Posted by : onebenx.blogspot.com Rabu, 02 Januari 2013

TEMPO.COJakarta - Musik pembuka laguBiluryang akan dibawakan grup musik Sarasvati, baru berdenting dari keyboard. Tiba-tiba, beberapa penonton di barisan depan pada acara pentas seni SMP Negeri 2 Bandung itu mundur ke belakang. Di atas panggung, muncul sesosok hantu kasat mata. Badannya terbungkus jubah berwarna putih. Wajah sosok berambut panjang itu juga ditutup topeng putih. Ia mendekat ke vokalis Sarasvati, Risa Saraswati, tanpa bersuara. 

Suasana horor tak berhenti sampai di situ. Risa Saraswati kemudian menunjukkan "teman-teman" lainnya yang berada di antara penonton. "Di situ Hans. Di belakang sana perempuan dari sekolah sebelah. Peter di mana, ya? Oh, itu di atas ring basket. Ayo beri lambaian ke Peter," katanya dari atas panggung. Setelah itu, Sarasvati memainkan lagu Story of Peter.

Sosok hantu yang disebut juriig itu biasa muncul di setiap konser Sarasvati. Bermula, pada Juli lalu, saat konser bertajuk "Mancawarna Sarasvati" digelar. Terkadang ia menyusup, lalu duduk di antara penonton dalam kegelapan. "Awalnya, hantu itu spontanitas dari fans, terus kita ajak karena seru," kata Syauqi Lukman, manajer Sarasvati.

Risa, penyanyi indie kelahiran Bandung berusia 26 tahun itu sejatinya punya kemampuan melihat makhluk halus sejak berusia 11 tahun. "Saat itu berteman biasa saja seperti ke orang lain," katanya. Orang tuanya khawatir karena anak sulung dari dua bersaudara itu sering terlihat bercakap-cakap sendiri. Mereka beberapa kali menganjurkan Risa berobat ke psikiater, tapi Risa menolaknya. "Karena makin terjebak dan kecanduan hidup di alam yang tidak realistis itu," ujarnya.

Dulu, ia sempat berusaha agar kemampuan yang dimiliki juga oleh keluarga besarnya itu dihilangkan. Namun yang dilihat di dunia gaib malah makin banyak dan menyeramkan. "Sekarang saya sudah bisa kontrol dan melupakan, tapi sewaktu-waktu saya butuh untuk berkomunikasi dengan sahabat saya itu," katanya.

Di rumah, perempuan berkulit langsat itu bisa berbincang dengan beberapa hantu. Sebagian kisah hidup dan kematian mereka dituangkan menjadi lirik lagu. Dalam karya perdana mini album Story of Peter, yang diluncurkannya pada 2010, dua dari tujuh lagu dipersembahkan untuk Peter dan kawan-kawan serta Mae, seorang pesinden. "Saya hanya bikin lagu untuk sahabat dan teman saya," katanya.

Peter, kata Risa, adalah hantu berwujud anak kecil asal Belanda. Begitu pula keempat temannya. Di alam sana, sosok Peter, yang digambarkan periang dan jail, terkadang bisa sedih dan marah ketika ingat akan ibunya. Musik dan lirik lagu Story of Peter yang agak suram dengan bahasa Inggris itu meracik semua perasaan roh tersebut yang terus mencari keberadaan ibunya.

Sedangkan lagu Bilur mengungkapkan kisah pedih Mae. Risa mengolah lirik berbahasa Indonesia dan Sunda pada ujung lagu itu dengan bahasa puitis. Nadanya lirih dengan tiupan suling dan tepukan gendang. Penjualan album kecilnya itu kini sudah sekitar 5.000 kopi. Tahun depan, rencananya Sarasvati akan meluncurkan album baru juga buku karya Risa.

Risa suka menyanyi sejak kecil hingga sempat juara lomba. Bandpertamanya, Cookie Monster, dibentuk ketika masih duduk di kelas II SMP. Setelah lulus SMA, ia ikut membentuk Homogenic pada 2002. Namun vokalis band elektro pop itu akhirnya memilih hengkang pada 2010. Sejak itu ia membentuk Sarasvati.

Nama itu berasal dari namanya sendiri dalam bahasa Sanskerta. Sarasvati merujuk pada sosok Risa dengan kelompok barunya, di antaranya Egi Anggara; gitaris band, Cherry Bombshell; dan Dimas Ario, basis dari bandBallads of The Cliché. “Setelah keluar dari Homogenic, saya jadi lebih bebas menulis lagu, menyanyikannya, dan membentuk karakter vokal sendiri,” ujarnya.

Genre musik Sarasvati memang berbeda dengan band lain. Sebagian orang dan penggemarnya menyebut lagu-lagunya agak gelap, suram, bergenre gotik, angelic, atau diabolical. “Saya sendiri susah menjelaskan jenis aliran musik saya,” ujarnya.

Di luar kesibukannya sebagai artis, Risa sejak awal 2011 bekerja sebagai pegawai negeri di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ia mengaku senang bekerja sebagai anggota staf di Dinas Bina Marga. "Jadi PNS itu ternyata enak, banyak kerjaan," ujarnya. Karena itu, ia meminta kepada manajernya untuk mengatur jadwal pentas hanya pada akhir pekan, dari Jumat hingga Ahad.

Pada hari kerja, tawaran menyanyi baru bisa dilaksanakan pada malam hari. "Sering juga, jadi harus tek-tok Bandung-Karawang semalaman," katanya. Dalam sebulan, ia bisa mengisi acara di 2-5 lokasi, seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Selain para kru dan pemain band-nya, "teman-teman" Risa setia mendampinginya bernyanyi.


PROFILE PERSONIL BAND


Risa Saraswati menjalani kehidupan di dua alam berbeda. Bukan, kehidupannya yang lain bukanlah di alam gaib. Namun Risa, selain menjalani kehidupannya sebagai penyanyi kini juga tercatat sebagai pegawai negeri sipil kota Karawang.
Jadi jika di akhir pekan ia dapat ditonton dan dielukan di panggung oleh orang banyak, di hari Senin hingga Jumat, Risa dapat dijumpai dengan seragam coklatnya, tengah makan rujak bersama para ibu-ibu pegawai negeri sipil lainnya

Egi Anggara adalah sosok gitaris flamboyan yang kerap terlihat acuh tak acuh dan penuh humor. Namun semuanya berubah ketika ia berada di dalam kamarnya untuk membuat aransemen musik. Di dalam kamar tidurnya, Egi menjadi sosok musisi yang serius dan tekun. Hasil ketekunannya dapat didengar pada empat lagu dalam ep Story of Peter dimana Egi dengan cerdas memberi ‘pakaian’ yang sangat pantas pada karya Risa Saraswati

Dalam 24 jam hidupnya, mungkin hanya enam jam Hin Hin Akew tidak memegang instrumen gitar. Itupun disaat ia tidur. Selain bermain band, ia juga aktif sebagai pengajar gitar di beberapa sekolah. Bermain bersama Sarasvati baginya adalah sebuah keseimbangan hidup. Jika pada band metalnya, Beside, Hin Hin menjelma sebagai gitaris metal yang garang, di Sarasvati, Hin Hin tampak lebih tenang dan bersahaja

Ferry yang akrab dipanggil Gembong adalah sosok seniman multi talenta dimana ia dapat menjadi keyboardis, komposer ataupun menjalani kehidupannya dalam ranah seni rupa. Lulusan FSRD ITB ini berjasa dalam menelurkan aransemen musikal untuk lagu “Bilur”, salah satu lagu terfavorit dari Sarasvati yang mengawinkan musik pop kontemporer dengan nafas tradisional Sunda

Bagi Yura, hidup itu selalu penuh kegembiraan. Maka dari itu Yura tidak pernah terlihat murung. Ia selalu riang dengan nada-nada positif yang keluar dari mulutnya. Mahasiswi komunikasi ini akrab dengan piano semenjak kecil. Ia besama Ferry Nurhayat yang merupakan kakak kandungnya, bertanggung jawab dalam unit papan sentuh yang merupakan instrumen musik utama dalam musik Sarasvati

Inilah sosok wanita yang sering terlihat berdiri di samping Risa Saraswati di panggung. Ia berdiri dalam rangka menjadi penyokong akan suara-suara latar yang menghantui suara indah dari Risa Saraswati. Mahasiswi hubungan internasional ini ialah sosok pemudi yang aktif dan populer di kalangannya. Dan rencananya ia akan menetaskan album debutnya pada tahun 2012 yang pasti akan membuatnya semakin aktif dan populer

Jangan menilai buku dari sampulnya adalah ungkapan yang cocok untuk disandingkan dengan Papay. Pemuda bertubuh mungil ini dari luar memang terlihat santun, pendiam dan tak berdaya. Namun jangan kaget saat ia berada di balik set drum. Papay dapat menjelma sebagai seorang drummer berbahaya yang galak dan tanpa ampun dalam memukuli drumnya. Ia merupakan anggota keluarga Sarasvati teranyar yang kami culik dari kelompok Karinding Attack

Seorang penulis yang membelah dirinya di Sarasvati dengan Ballads of The Cliche, sebuah entitas musik pop berbasis di Jakarta. Sejatinya seorang bassis, namun petikan gitar Dimas lah yang menghasilkan fondasi bagi single pertama Sarasvati, “Oh I Never Know”. Sehari-harinya Dimas adalah seorang penulis passionate yang senantiasa mencurahkan aspirasinya lewat thepopism.multiply.com serta kanal-kanal lainnya

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Translate

CATEGORY

Blogroll

VSI

Onebenx. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © OneBenx's blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -